Rabu, 19 September 2012

RANGKUMAN / KESIMPULAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL


Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun interpretasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Pada akhirnya kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini yaitu dengan keluarnya ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan pancasila sebagai dasar Negara. Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bemegara.
Oleh karena itu, kajian Pancasila berpijak dari kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Republik Indonesia. Akan tetapi, mengkaji Pancasila secara mendalam perlu diawali dengan pendekatan filsafat.

A.     PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Dari masing-masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.

1.  Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila
Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV adalah sebagai berikut.
·         Ketuhanan Yang Maha Esa
·         Kemanusiaan yang adil dan beradab
·         Persatuan Indonesia
·         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratan/perwakilan
·         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai yang merupakan perasan dari sila-sila pancasila tersebut adalah :
·         NilaiKetuhanan;
·         Nilai Kemanusiaan;
·         Nilai Persatuan;
·         Nilai Kerakyatan;
·         NilaiKeadilan



2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma. Dengan demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bisa praklis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari.

Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut.
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri. Sumber norma ini adalah ajaran-ajarankepercayaan atau agamayang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran nonna kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.
b. Norma moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau etik adalah nonna yapg paling dasar. Norma moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Norma kesusilaan berhubungan. dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dan manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau normafatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat, berbeda pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan berasal dari masyarakat setempat.
d. Norma Hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman

B.     MAKNA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara.

2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara
.












C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Pernyataan bahwa nilai-nilai dasar Pancasila menjadi dasar normatif penyelenggaraan bernegara Indonesia belum merupakan pernyataan yang konkret. Sebagai nilai dasar yang bersifat abstrak dan normatif, perlu upaya konkretisasi terhadap pernyataan di atas. Upaya itu adalah dengan menjadikan nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar dan sumber normatif bagi penyusunan hukum positif negara, Sebagai negara yang berdasar atas hukum, sudah seharusnya segala pelaksanaan dan penyelenggaraan bernegara bersumber dan berdasar pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, operasionalisasi Pancasila sebagai dasar (filsafat) Negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum (legal order) di mana Pancasila menjadi norma dasarnya.
Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut teori jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau disebut norna fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norna hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm terdapat nonna-norrna hukum yang tingkatannya lebih rendah dan grundnorm tersebut Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai tertib hukum.
Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma yang tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, Norma tertinggi itu dikatakan sebagai norma dasar (grundnorm). Norma dasar (grundnorm) ini sebagai norma tertinggi tidak dibentuk lagi oleh norma yang lebih tinggi lagi sebab apabila norma dasar ini masih berdasar, bersumber dan berlaku pada normayatg lebih tinggi lagi maka ia bukanlah norma tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada habisnya. Norma tertinggi ini ditetapkan oleh masyarakat sebagai norna dasar yang merupakan tempat bergantung norna-nonna di atasnya.
Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan negara. Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norrna yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk kelompok norma hukum.
Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu :
1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,
3. Formellgesetz atauundang-undang,
4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom


            D.MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesiajuga berkedudukan sebagai ideologi nasional Indonesia. Apa makna pancasila sebagai ideologi nasional ?




1. Pengertian Ideologi
      Ideologi berasal dari kata idea yangberarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan "cita-cita". Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita bersifat tetap yang harus dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan/paham.
Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, di mana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut.
Ideologi yang pada mulanya berarti gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seorang atau sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup.


     2. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No. XVIIVMPR/l998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IVMPR/ 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan pengamalan pancasila (Eka prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan pancasila sebagai dasar Negara.
Pada Pasal I ketetapan tersebut dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Adapun makna Pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara. Secara luas dapat
diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan dan yang ber- Keadilan.
Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-cita adalah sejalan dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas. Adapun fungsi lain ideologi Pancasila sebagai sarana pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara kita tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.
Banyak pihak telah sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi nasional merupakan titik temu, rujukan bersama, commom platform, kesapakatan bersama dan nilai integratif bagi bangsa Indonesia, Kesepakatan bersama bahwa pancasila adalah ideologi nasional inilah yang harus terus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.
Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sebagai ideologi nasional lndonesia memiliki makna sebagai berikut:
1)      Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi cita-cita normative penyelenggaraan bernegara;
2)      Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.








E. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif sehingga tidak menjadi slogan belaka. Daiam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.



1. Perwujudan Ideologi pancasila sebagai cita-cita Bernegara
Perwujudan Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti menjadi cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan No.VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu
1. Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pada Alenia kedua dan keempat;
2. Visi Antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

2. Perwujudan Pancasila sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah diterima olehmasyarakat Indonesia sebagai sarana pemersatu, artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disefujui sebagai milik bersama. Pancasila menjadi semacarn social ethics dalam masyarakat yang heterogen.
Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa daram hal konflik maka lembaga politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Jadi, apakah pancasila dapat digunakan secara rangsung mempersatukan masyarakat dan mencegah konflik? Tidak, tetapi prosedur penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik meliputi lembaga maupun aturan itulah yang diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di masyaratat. Fungsi Pancasila di sini adalah bahwa dalam hal pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai pancasila menjadi acuan normatif bersama.


F. PENGAMALAN PANCASILA
Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata ”pengamaran Pancasila", Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde Baru perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak membumi. pada ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998 dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bernegara itu?
Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan cara:
1.      Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang berlandaskan pada Pancasila.
2.      Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya akftralisasi Pancasila. Aktualisasi Pancasila dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu realisasi pada setiap individu dan aktualisasi objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. Sebagai dasar (filsafat) negara ada keharusan moral setiap warga negara Indonesia untuk mengaktualisasikan Pancasila. Demikian pula sebagai dasar (filsafat) Negara ada kewajiban moral dari negara (penyelenggara negara) untuk melaksanakan nilai Pancasila.
Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara untuk menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi. Pengamalan secara objektifbersifat memaksa serta adanya sanksi hukum, artinya bagi siapa saja yang melanggar norna hukum akan mendapatkan sanksi. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norna hukum negara.
Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norrna etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara.


2 komentar: